20190414

Aku dan Album Pertama Sheila on 7


Sheila on 7 - Self Titled
"Ada gak lagu yang membekas di ingatanmu?"
 "Err... Apa ya.."
 ".."
 "Kita... Sheila on 7"
 "What?"
Agaknya kawanku kurang puas dengan jawaban itu. Mungkin ia berharap mendapat jawaban yang lebih mendunia. Macam lagu-lagu Bon Jovi, Bob Marley atau The Beatless. Dan pasti aku tampak tak yakin karena memang dari sananya aku tidak begitu percaya diri dengan apapun. Tapi kalau mau dibilang jujur sih, memang lagu itu yang paling membekas.

Waktu kelas 5 SD. Pelajaran Kesenian. Guru ngasih tugas buat ngapalin satu lagu. Bebas. Lagu apa aja. Tapi waktu penilaian harus bawa kasetnya sendiri. Walau pada akhirnya entah bagaimana tape sekolah tidak bisa dipakai lalu musik untuk penilaian nyanyinya diganti pake preset musik dari keyboard yang dipaksain aja cocok sama lagu masing-masing murid.

Aku bingung mau pilih lagu apa. Dan di rumah tak ada kaset karena memang tape radio Sony kesayangan bapak sudah lama kehilangan fungsinya sebagai pemutar lagu. Tapi akhirnya yang bersangkutan diservis juga gara-gara aku merengek karena ndak ada rumah kawan yang cukup dekat untuk nebeng muter kaset. Haha. Cih, dasar manja. 

Orang bilang anak SD baiknya ndak seharusnya nyanyi lagu cinta-cintaan. Ndak seharusnya. Tapi waktu zaman itu pun, waktu Joshua Suherman masih jaya-jayanya di layar kaca, anak-anak sedari usia kelas 3 SD udah gengsian nyanyi lagu-lagu macam yang diputer di acara Tralala Trilili. Nyanyinya lagu Jamrud, atau Base Jam, atau Dewa 19, atau Kuch Kuch Hota Hai. Tanpa tau mau nyanyi lagu apa, aku minta dibelikan kaset ke bapak. Untungnya, kakakku juga ikutan.

Toko kaset pertama. Semua rasanya asing. Yang aku tau cuma Joshua. Suram.
"Ayo cepet mau beli yang mana?"
Si bapak sudah milih satu album yang judulnya ada kata "Nostalgia" nya. Isinya kebanyakan lagu-lagu Broery Marantika yang kelak hampir tiap hari diputer ulang ulang, sampe anaknya sempet hafal lagu "Teluk Bayur" dan sempet dinyanyiin juga di depan kelas.
"Err... bingung pak"
Terus diajak pindah toko kaset. Dari Jalan Pramuka lanjut ke jalan Diponegoro (Singaraja, red). Bapak semakin mendesak supaya aku segera menentukan pilihan. Anaknya gak jelas. Iya. Ndak jelas. Dasar labil. Nyebelin ya? Emang dasar anaknya yang ndak tau apa-apa.
"Cepet dipilih dek""Err... iya"
Bingung, buru buru liatin nama nama band di etalase.
"Coba lihat etalase yang di situ"
Si mbak yang jaga toko mulai angkat bicara. Jari-jarinya diketuk-ketukkan di atas rak kaca.
"Itu kaset-kaset yang lagi nge-trend"
Kulihat etalase. Nama band yang pernah kudengar cuma "Jamrud". Temen-temen sering nyanyiin lagu mereka di sekolah, sambil gebuk-gebuk ember, sambil gebuk gebuk meja, sambil main SmackDown.
"Coba lihat yang itu mba, yang Jam..."
aku menunjuk kaset Jamrud.
"Ngapain beli yang itu, nyanyi nya susah."
Kakakku memotong.
"Ini aja. Ada lagunya Lupus. Bisa kamu nyanyiin."
Dia nunjuk kaset Sheila on 7. Pas jaman itu "Lupus Milenia" lagi tayang di TV. Ndak begitu ngikutin serial nya, tapi lagu opening nya memang enak didenger. Bagian awal lagunya enak didenger.
"Di saat kita bersama... di waktu kita tertawa, menangis, merenung... oleh cinta..."
Duh mesra banget itu lirik.

Jelas saya yang seusia itu tak mengerti cinta-cintaan begitu. Taunya Pokemon nomor urut satu bernama Bulbasaur berelemen rumput dan kartunya termasuk langka di kalangan anak anak yang kecanduan beli (bukan makan) permen Cu Cu Pop.

Singkat cerita itu kaset akhirnya dibeli. Lima belas ribu rupiah. Pakai uangnya Bapak, bukan uangku. Kaset Sheila On Seven album pertama, Self Titled. Dibungkus kantung plastik bertuliskan nama toko kaset yang bersangkutan. Dibawa pulang dengan riang gembira. Lalu berminggu-minggu ke depannya diputer dari side A ke side B lalu ke side A lagi.

Saking seringnya diputer, gara-gara kaset yang ada cuman kaset itu sama kaset nostalgianya bapak, cover kasetnya (itu, yang ada daftar lagu lengkap sama lirik-liriknya) sampai hampir sobek.


Habisnya dilipat lagi, dibuka lagi, dimasukin lagi, dikeluarin lagi, dibuka lagi, gitu terus. 


Bukan cuma lagu "Kita" yang akhirnya nempel di kepala pas itu. Full album aku hafal, kecuali lagu "Bobrok" yang secara diksi masih susah dipahami bocah sebelas tahun, bahkan urutan mainnya dari lagu pertama di side A sampai lagu terakhir di side B. Lebih hafal itu ketimbang nama-nama gas mulia di tabel periodik unsur. (Hei.. Helium, Neon, Argon, Kripton, Xenon, dan Radon!!!)



Dari "Tertatih" yang temponya sedikit cepat.



"walau tertatih (biar tertatih), walau tercabik (biar tercabik), khilafkan putih (khilafkan putih), hanya kau mimpiku."

Lalu "Kita", si opening "Lupus Milenia", yang bernuansa ceria. 





Lagu yang enak buat dinyanyiin rame-rame sambil main gitar. Walaupun akhirnya bukan lagu ini yang dinyanyikan di depan kelas tapi berkat lagu inilah kasetnya kebeli. Jadi wajib masuk list lagu sepanjang masa-ku.


Ketiga ada "J.A.P", singkatan dari "Jadikanlah Aku Pacarmu".
Dulu Teguh (kawan SD) nyanyi enerjik di depan kelas.
"Jadikanlah aku pacarmu, kan kubingkai selalu indahmu" katanya."Cieeeee" penonton bersorak.
Kemudian lanjut ke "Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki".




Lagu yang judulnya paling panjang sealbum. Lebih panjang ketimbang "J.A.P", mungkin karena ndak kece kalau disingkat jadi "ATyPK". He. Lagu ini yang akhirnya kunyanyikan di depan kelas, juga kunyanyikan di depan kakak OSIS waktu MOS SMA. Konon jadi lagu wajibnya kawan buat belajar main gitar. G ke C, lalu G ke C.... anugerah terindah yang pernah kumiliki... asek!

Track terakhir di Side A, berjudul: "PeDe".



Lagu paling bersemangat. Tapi denger lagu ini langsung inget Almarhum Musanif (kawan SD). Waktu itu dia nyanyinya enjoy banget, lengkap pake "TO WA GA PAT" di awal. Keren. Rest in Peace, nip.

Pindah ke side B. Ada lagu "Dan" menyambut.




Lagu hits mereka di album perdana ini. Nuansanya langsung jadi melow banget. Kontras sama lagu terakhir di Side A yang biasanya didengerin sebelum lagu ini. Mungkin mereka sengaja ya, lagu-lagu yang auranya positif ditaruh di side A terus lagu-lagu yang ada nuansa sedihnya ditaruh di side B. Biar bener muter kaset sesuai suasana hati, mungkin. He. Dan... anehnya, dulu, karena VCD sekolah kemalingan dan ndak ada yang punya kaset lagu Backstreet Boys yang dipakai buat latihan, kelompok kesenianku pas make lagu "Dan" ini buat perform tugas tari kreasi. Kebayang ndak tari kreasi pake lagu ini?

"Dan... apabila esok... datang kembali... seperti sediakala dimana kau bisa bercanda tawa... Dan..."
Terus bayangin lima anak SD ngiringin lagunya sambil nari kikuk. Malu, pak.

Habis itu ada "Terlintas Dua Kata".

Lagu yang isinya gak nyenengin tapi nyanyinya semangat. Bagian reff nya langsung nempel pas pertama denger. 
"Hoo dengarlah... Wohoo dengarlah... Aku bicara... Dua kata... Selamat Tinggal..."
Ketiga ada "Berai".

Lagu galau yang enak. Nyanyiin reff nya kayak merintih. Haha. Lagu ini kadang lupa judulnya, tapi reff nya inget mulu.
"Haruskah kau kan pergi bila semua kan sepi? Haruskah kau kembali bila kau baca lirih ini?"
Sebelum lagu terakhir, ada "Bobrok".

Lagu yang liriknya paling pendek. Lagu yang akunya ndak ngerti dulu maksudnya apa. Lagu dengan kata-kata aneh. Demoralozation, conversation, velediction... aku yang sebelas tahun di 2001 masih belom bisa googling artinya apaan. Ada kamus Hasan Sadili sih, tapi tetep kayaknya ndak bakal ngerti.

Sampai di track penutup yaitu "Perhatikan, Rani!".


Siapakah Rani? Entah, Ahaha. Reff nya enak dinyanyiin rame rame. Makin naik, naik, lalu lepas.
"Kami selalu-bersamamu-dalam derap-dalam lelap-mimpi indah~"
Ada efek patah-patahnya~

Haha. Album yang selalu membekas. Pengingat untuk beberapa kawan yang tak lagi dekat, bahkan ada yang sudah beristirahat dengan tenang. Kaset pertama yang bisa jadi menandai transisi lagu-lagu yang kudengar. Dari lagu anak-anak ke lagu orang "dewasa" walaupun memang sejatinya aku tidak sebegitunya menggemari musik.


Yah bisa dibilang lagu "Kita" di album perdana Sheila on 7 inilah yang paling membekas di ingatan sejauh ini. 


Yup. Thanks for reading. 


Ciao~

Tidak ada komentar: