20151220

Ungkapan.

Bukahkah wajar ketika kita ingin dimengerti? Wajar kalau sediakan waktu untuk keluarga. Sangat wajar ketika menunjukkan rasa sayang kita.
Aku, bukan seorang dewasa seperti dia ataupun yang lain. Tidak bisa memasak, malas mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tidak bisa LDR, juga selalu saja ingin mendapat perhatian. Namun, entah, aku mulai berusaha. Aku selalu berusaha bangun subuh untuk memasak, sementara hanya tidur 3-4 jam saja sebelumnya. Menyempatkan membersihkan rumah walau itu hanya menyapu dan menata ruang. Karena ruang gerak menjadi terbatas, dengan perut yang mulai terlihat. Punggung yang pegal, tumit kesemutan, dan emosi yang terkadang tidak terkendali. Seperti halnya ketika ditinggal Dinas Luar, tugas sebagai abdi negara, aku benar tidak tahan. Setidaknya telponlah. Karena aku khawatir. Ya, dan aku masih tetap berusaha. Sabar.
Begitu juga kala libur, setidaknya perhatikan aku. Jangan selalu berkutat dengan handphone, laptop dan game-game itu. Aku tidak mengekang waktumu. Tapi setidaknya, hargai keberadaanku. Jangan malah menyuruhku tidak mengumbar-umbar kemesraan di medsos. Sedangkan kamu masih mengumbar foto-foto bersama juga dengan dia. Lalu? Begini, aku tekankan, aku tidak sedewasa itu. Dan kurasa aku semakin muak ketika kamu tetap terus memainkan handphone dan game itu. Juga mengupdate status-statusmu, dan melupakan tentang aku. Apa ada yang disembunyikan? Hmmm.. Kita sama-sama bekerja, tahu bagaimana sulit dan lelahnya. Dan, aku inginkan waktumu. Atau, apa aku begitu membuatmu jenuh? Kurang pantaskah aku mendampingimu? Terkadang berpikir ketika aku menjadi cantik dan langsing, mungkin kamu akan lebih sayang dan perhatian. Begitukah? Padahal aku merasa sangat bahagia kita bisa bersama. Atau, hanya aku saja yang merasa.
Aku ingin ditemani hingga tertidur, namun setiap harinya aku yang memandangimu terlelap. Diusap-usap rambut, juga perut, pasti dia juga ingin, kan? Aku merasa bersalah pada-nya, karena yang ku bisa hanya menangis dan mungkin hanya akan membuatnya semakin tertekan. Lelah aku mengingatkan untuk kebiasaanmu. Aku sudah cukup sabar. Dan aku ingin kamu lebih menghargai perasaanku. Mungkin tidak untukku, tapi untuk dia. Karena aku benar-benar memikirkan kalian.
Aku bersyukur mengenalmu, juga keluargamu yang sangat memperhatikanku. Aku pasti banyak kekurangan, namun aku selalu berusaha. Terkadang terbesit keraguan. Apakah kamu menyesal memilihku? Apakah aku tidak berhak dibanggakan? Sementara, aku selalu bersyukur bisa menjadi bagian dari hidupmu.
(Bagiku yang tidak sanggup berbicara langsung, hanya tulisan untuk mengungkap perasaan)