20140408

Sinopsis : Dunia Pink-pink



DUNIA PINK-PINK
Karya: Anindita Siswanto Thayf


Namaku Sriti Pujiastuti, umur enam belas tahun. Dan akhir-akhir ini aku sedang ketularan virus gaul Ria, temanku. Katanya aku ini kampungan, menulis diari saja tidak bisa. Aku bingung harus menulis apa dan sebenarnya masih sangat bingung tentang diari/agenda itu sendiri. Kalau kata Ria, diari itu untuk anak-anak atau remaja, sedangkan agenda untuk yang sudah dewasa. Selain itu dia bilang kalau diari sebagai tempat curhat. Terlebih lagi dia bilang, “hari gini gak punya diari?! Jangan ngaku ABG deh kalau gitu!”.
            Aku akui bukan berasal dari keluarga berkecukupan ataupun kaya, aku miskin. Rumah petak sebesar pos ronda, berdekatan dengan sungai kotor yang sering meluap. Aku tak punya kesempatan untuk berjalan-jalan di mall atau sekedar kumpul bareng dengan teman sekolah karena wajib membantu orang tua sepulang sekolah. Kendaraan yang aku punya hanyalah sepeda ontel tua yang sudah berkarat. Saat cewek lain seusiaku bermimpi bisa kuliah di universitas terkenal, atau artis terkenal, aku malah merasa tidak punya masa depan. Bersyukur kalau bisa tamat SMA dan nantinya dapat kerjaan baik setelah lulus. Kalau kamu mengira masalah PR yang menumpuk, plus sekelompok cewek kecentilan yang selalu mengusilimu di sekolah setiap hari, plus masalah status jomlomu yang sepertinya bakalan abadi adalah hal yang membuatmu berkata bahwa dirimulah orang yang paling menderita sedunia, 00w..kamu salah! Masih banyak cewek yang lebih menderita selain dirimu. Salah satunya aku.
            Kalau melihat suasana Malioboro waktu hujan, maka yang teringat adalah lagu Kla Project-Jogjakarta. Tapi bayangan romantic, nostalgia, apalagi cinta tidak pernah aku bayangkan. Sampai saaat ini aku memang masih jomblo. Sayangnya aku di sini bukan untuk ngeceng, melainkan harus berjualan. Aku bersama tiga temanku, Oyot, Rya dan Apin menunggui dagangan di tengah derasnya hujan. Kami hanyalah pedagang kaki lima di Malioboro Jogjakarta.
            Tentang diriku, hmmm..orangtuaku berpindah dari kaki Gunung Kidul ke kota saat seminggu setelah menikah. Berbekal beberapa lembar baju dan uang hasil menjual kambing warisan. Walau aku tinggal di Jogja, aku belum pernah mengunjungi Borobudur atau Parangtritis. Uang hasil kerja Bapak sebagai kusir andong dan ibu sebagai kuli angkut hanya cukup untuk makan sehari, bukannya untuk jalan-jalan. Namun kita harus selalu bersyukur, tidak boleh menyesal ataupun mengeluh. Bahkan aku tidak menyesal dengan nama panggilanku, Titi, di mana kalau kata temanku nama itu mirip nama pembantu. Aku saat ini lebih memikirkan masa remajaku yang membosankan dan tidak berwarna. Aku sering dinasehati oleh mbak Pur, pedagang batik di sebelah tempat jualanku. Usianya yang lewat 30 tahun dan sifatnya keibuan membuatku menganggapnya kakak. Begitu juga Rya, yang berdagang pernak pernik se-blok denganku. Aku sudah berteman setahun dengannya. Dia berasal dari Jakarta. Oranggnya blak-blakan, dan menurutku dia lebih tahu banyak hal. Dan dia menyuruhku memikirkan kebahagianku dahulu sebelum memikirkan orang lain.
            Saat panas musim kemarau menyergap Jogja, siapapun yang sedang menjemur pakaian atau kasur pasti sangat senang karena akan cepat kering sebelum senja datang. Walau begitu, pembeli banyak berdesak-desakan. Kalau kata Oyot yang sok tahu, itu karena akhir pecan adalah saatnya orang berjalan-jalan. Dan Apin sempat mengatakan keluguannya, di mana dia lebih mending datang ke Jakarta atau Bali. Jika aku dan Rya menjual pernak-pernik, dagangan Apin adalah sandal, selop batik, bakiak, dan ulekan. Sedamngkan Oyot menjual baju kaos preman.
            Aku menemukan kantong plastic yang didalamnya berisi kado. Aku tak bisa menahan diri terlalu lama dan segera membukanya. Ternyata sebuah buku yang berjudul Dunia Pink-Pink. Ada sederet tulisan di tengah-tengah.
            “Senyumlah! Maka dunia pun akan balas tersenyum.
            Cemberut? Malah bikin wajahmu tambah kusut.
Masa remaja jangan diisi dengan Cuma manyun.
Mumpung belum tua, enjoy aja yuuuk!”
            Hal itu membuatku tersenyum. Aku sempat memperlihatkannya pada Apin, dan dia ingin meminjamnya setelah aku selesai membaca. Tokohnya bernama Pinkan, namun dipangkin Pink-pink. Seumuran denganku kelas 2 SMA. Sahabatnya adalah 4 orang cewek dan mereka masuk dalam geng sweatheart. Dia anak orang kaya. Kakaknya kuliah di universitas terkenal. Dan Pinkan merayakan sweetseventeen nya di kolam renang sebuah hotel mewah. Hal itu semakin membuatku ingin melanjutkan membaca. Dan ternyata Happy ending story. Aku ingin berubah agar bahagia. Berubah seperti Pinkan.
            Kalau ingin berubah, apa yang harus dilakukan pertama? Rambutku hitam sebahu, apa harus dipotong? Yah, akhirnya aku potong rambut. Terlalu pendek, dan berponi. Aku malu kalau begini.  Oyot dan Apin mengejekku. Namun Rya memahamiku. Dia mengatakan harus mengubah gaya berpakaianku. Tapi dia malah mengatakanku terobsesi seperti Pinkan. Huh, aku mengira Rya soulmateku, aku kira dia mngerti aku. Ternyata tidak. Ku kira akan menyenangkan jika dekat dengannya. Aku benci Rya. Aku memang ingin seperti Pinkan, karena kupikir dia pantas ditiru. Remaja yang gaul, pede, asyik, cantik, pintar, kaya, supel, wajarlah kalau mengidolakan dia.
            Aku mengidolakan salah satu cowok di sekolahku. Cowok manis idola para cewek. Anak seorang pengusaha handicraft terkenal yang cabangnya sampai ke luar negeri. Saat ini dia di depanku, sedang mengantar sepupunya dari Jakarta untuk berkeliling di Malioboro. Dan kami sedikit mengobrol. Namanya Devo Wajendra Sudhowo. Dia pindahan dari Bali, tapi asli Jawa. Sejak pertemuan ini aku merasakan kalau akan bertemu dengannya lagi, mungkin besok, mungkin nanti. Mungkin tidak lama lagi.
            Dan benar, dia datang lagi tepat berdiri di hadapanku. Kita akhirnya bercerita banyak hal. Namun esoknya ia tidak muncul. Dan suatu saat di hari Minggu dia datang dengan gaya sporty di atas sepeda balap. Dev membantu mengeluarkan barang dagangan dan ikut memajangnya. Bisa dibayangkan betapa deg-degannya aku. Selanjutnya obrolanku tidak hanya terjadi di malioboro. Tapi juga di sekolah, di kelas, di setiap kami berpapasan, di mana saja. I think I’m falling in love. Kita saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Dia yang memulai. Bahkan sikapnya tidak berubah ketika ia mengetahui tentang keadaan rumahku.
            Dulu aku punya TTM, namanya Aji. Kira-kira 2 tahun lalu. Dia preman di Malioboro. Malu rasanya kalau ingat pernah jatuh cinta pada preman. Aku benci kalau mengingatnya. Eh, aku jati teringat kisah Pinkan yang akhirnya jatuh cinta dengan orang yang dibencinya. Seketika aku lari pulang ke rumah, menghindarinya. Apin dan Rya mendatangiku. Rya memarahiku, mengatakan kalau aku sudah mencampakkan Aji yang jauh-jauh datang menemuiku. Dan ia juga menyuruh aku untuk jadi diriku sendiri. Oh, pliss…
            Aji sempat mengajakku mengobrol. Dia mengatakan masih menyimpan kertas yang pernah aku berikan padanya dulu. Dia menganggap itu puisi, yang sebenarnya adalah lirik lagu.
            “ Pergilah kasih, kejarlah keinginanmu,
            Selagi masih ada waktu.
            Jangan hiraukan diriku.
Aku rela berpisah demi untuk dirimu.
Smoga tercapai segala keinginanmu.”
Dan itu terakhir aku bertemu dengannya. Ternyata Mas Aji balik ke Kalimantan. Dan kata Oyot begitu aku pergi dari Aji hari itu, Dev datang mencariku.
Dev seminggu ini tidak datang ke sekolah dengan alas an sakit. Namun akhirnya muncul juga namanya di acara criminal televise dan juga di Koran. Ternyata dia pengedar obat terlarang. Kenyataan lain adalah dia pindah dari Bali bukan karena neneknya meninggal, tetapi karena hampir tertangkap di sana. Ternyata memang benar, ada waktunya untuk tertawa, ada waktunya meneteskan air mata, ada waktunya untuk bahagia, ada pula waktunya untuk melepaskannhya.
Gara-gara cowok kriminal itu, hidupku hampir berantakan. Dia mungkin akan menjebakku memakai obat terlarang. Untung saja polisi cepat datang. Rya dan Apin juga datang ke rumah untuk menghiburku. Aku berbaikan dengan Rya. Setiap orang pernah berbuat salah dan menangis. Sama seperti setiap orang pernah jatuh dan terluka. Menyesal itu memang tidak pernah datang duluan. Kisah itu ditutup oleh bentangan pelangi.

Nah, kalo ini aku buat unsur intrinsik dan ekstrinsiknya untuk tugas sekolah adikku. 

Unsur intrinsik

a. Tema             : sepenggal kisah remaja seorang wanita

b. Alur               : maju

c. Latar              : 1. Tempat : lapak di Malioboro Jogjakarta   

                            2. Waktu   : akhir pekan

d. Tokoh            :

   1. Titi            : tabah, sabar

   2. Ria            : percaya diri, cerewet

   3. Oyot         : santai

   4. Apin         : polos

   5. Mbak Pur : keibuan

   6. Aji            : dewasa

   7. Deva         : pembual, pembohong

e. Amanat        :  Jangan menilai sesuatu dari fisiknya saja, dan jadilah dirimu sendiri.

f. Sudut pandang : Orang pertama (aku ) ( karena pengarang berada di dalam cerita/

                            terlibat secara langsung di dalam cerita.

g. Konflik           : Batin  : Kala memikirkan tentang Deva, dan saat marahan dengan Rya.

                             Sosial  : Kemiskinan membuat Titi harus bekerja keras meski-

                                           Pun dia masih anak-anak.

Unsur ekstrinsik.

a. Moral : Sifat pekerja keras ( Titi rela membantu orang tuanya berjualan setiap pulang sekolah, di mana anak-anak lainnya asyik berjalan-jalan dan bermain)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ijin copas ya..
ngebantu banget nih :D
thanks bangeeet